Umumnya
seorang psikopat susah dibedakan dari penampilannya saja. Dari luar,
seorang psikopat memiliki penampilan yang menawan dan sangat cerdas.
Namun seorang psikopat akan lebih mudah dideteksi dari ucapan-ucapannya
yang spontan lewat Twitter.
Teorinya, pilihan kata dapat
menunjukkan ciri-ciri kepribadian seseorang. Kecenderungan ini dapat
digunakan oleh pihak berwenang untuk mengidentifikasi potensi ancaman
atau bisa juga menjadi pertimbangan perusahaan sebelum memutuskan
merekrut karyawan.
Randall Wald dan Taghi Khoshgoftaar,
profesor teknik dan ilmu komputer di Florida Atlantic University,
menggunakan formula psikologis untuk menentukan seberapa besar
kemungkinan mendeteksi psikopat berdasarkan perkataannya di Twitter.
Peneliti menggunakan program komputer untuk memeriksa tweet dan
mencocokkannya dengan kuesioner jawaban dari peserta penelitian.
Hasilnya, sebanyak 1,4 persen dari 3.000 orang peserta memiliki
kecenderungan psikopat.
Menurut para peneliti, seorang
psikopat sering menggunakan kata-kata seperti 'mati', 'membunuh',
'mengubur' atau semacamnya. Sering mengumpat atau menyumpah serapah juga
bisa menandakan seorang psikopat.
"Ini adalah salah satu indikator
psikopat. Namun metode ini tidak akan memberikan hasil 100 persen akurat
dan tidak akan cukup dapat mengirimkan tim SWAT karena seseorang
dinilai psikopat," kata Wald seperti dilansir Medical Daily, Selasa (28/8/2012).
Para peneliti mencatat bahwa ada
beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Misalnya, program komputer
tidak mengenali kata-kata yang disingkat, padahal pengguna Twitter
sering melakukannya karena batasannya hanya sampai 140 karakter. Program
ini juga tidak bisa mengenali perbedaan antara penggunaan kata
'membunuh' karena marah atau yang diucapkan sebatas bercanda.
Penelitian sebelumnya mengenai bahasa dan kesehatan mental seseorang dalam kaitannya dengan social media memang menegaskan bahwa teknologi mempermudah seseorang untuk berbagi pikiran dan perasaannya.
Penelitian lain juga menemukan bahwa social media memang dapat digunakan untuk menilai kepribadian seseorang, namun di satu sisi juga berpotensi untuk keliru menilai seseorang.
"Orang-orang membuat penilaian mengenai orang lain berdasarkan social media.
Bahkan perusahaan melakukan hal ini sebelum mempertimbangkan mengangkat
karyawan. Namun, hampir semua penelitian mengatakan masih diperlukan
penelitian lebih lanjut sebelum menggunakan social media sebagai bahan
pertimbangan," kata Chris Sumner, ketua London's Online Privacy
Foundation.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !